Sejarah Peraboi

PERABOI adalah Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Onkologi Indonesia yang merupakan anak organisasi dari Perhimpunan Dokter spesialis Bedah Indonesia (IKABI) dan anggota dari World Federation of Surgical Oncilogy Society (WFSOS).

Pada tahun 1962 sekembalinya Dr. W.M. Tamboenan dari Amerika Serikat untuk mempelajari bedah kanker di University of Washingthon beliau mendapat izin dari Prof. Soekarjo almarhum yang pada waktu itu menjabat Kepala Bagian Ilmu Bedah FKUI / RSCM untuk mendirikan Klinik Tumor di Bagian Ilmu Bedah FKUI / RSCM yang menangani semua kasus kanker bagian bedah yang mencakup organ-organ leher kepala, jaringan lunak, payudara dan rongga abdomen. Beliau saat itu dibantu oleh 2 asisten yaitu Dr. Indradi Roosheroe dan Dr. Willy Hadisumarto (+ 1973).

Pada perkembangan selanjutnya Klinik Tumor tersebut berkembang menjadi Sub Bagian Bedah Tumor yang pada Tahun 1971 ditambah stafnya dengan penulis sendiri dan tahun 1974 diperkuat oleh 2 ahli bedah lainnya yaitu Dr. Togar M. Simandjuntak dan Dr. Evert D.C. Poetiray dan berturut-turut diikuti oleh Dr. Muchlis Ramli (1977), Dr. H. Zafiral Azdi Albar (1979) dan Dr. Idral Darwis (1983).

Atas dasar didirikannya disiplin baru di Bagian Ilmu Bedah FKUI / RSCM yaitu Bedah Tumor dengan staf pengajar yang lengkap timbullah pemikiran untuk mendirikan organisasi ahli bedah Tumor / Kanker di Indonesia.
Setelah diadakan serangkaian diskusi antara ahli-ahli bedah yang menaruh perhatian besar akan penaggulangan penyakit kanker maka pada kongres Ikatan Ahli Bedah Indonesia yang ke III di Jakarta 1975 dirumuskanlah suatu Yayasan untuk mendirikan suatu Perhimpunan Bedah Kanker Indonesia (Association of Surgical Oncologist) dan pada tanggal 24 oktober 1975 di Jakarta dibentuklah suatu panitia persiapan dengan nama dan susunan sebagai berikut.

“Panitia Penyelidik Kemungkinan Pembentukan Suatu Perhimpunan Bedah Kanker Indonesia”.

Jabatan Nama Kota
Ketua Dr. W.M. Tamboenan Jakarta
Wakil Ketua Dr. I.D.G. Sukardja Surabaya
Sekretaris 1 Dr. Didid Tjindarbumi Jakarta
Sekretaris 2 Dr. Martatko Marwowinoto Surabaya
Anggota Prof. Dr. Ramlan Muchtar Yogyakarta
Anggota Dr. Irsan Radjamin Palembang
Anggota Prof. Dr. R. Koestedjo Bandung
Anggota Dr. Adrie Manoppo Manado
Anggota Dr. John Pieter Ujung Pandang

Pertemuan organisasi berikutnya dilaksanakan pada kesempatan Seminar Kanker Nasional I tahun 1976 di Jakarta dan Kongres Ikatan Ahli Bedah Indonesia yang ke IV di Medan tahun 1978.  Maka pada tanggal 20 Januari 1979 didirikanlah Perhimpunan Bedah Kanker Indonesia di RSCM jalan Diponegoro No. 71 Jakarta, jam 13.00 WIB.

Rapat yang mula-mula dipimpin oleh ketua panitia Dr. W.M. Tamboenan menguraikan maksud dan tujuan rapat ini dan kemudian dengan suara bulat memutuskan mendirikan organisasi bedah baru yang dinamakan Perhimpunan Ahli Bedah Tumor Indonesia disingkat PABTI yang berbentuk badan hukum dan disahkan dengan surat Notaris Ali Harsoyo pada tanggal 3 Juni 1979 dengan pengurus pertama:

Jabatan Nama
Ketua Dr. Med. Didid Tjindarbumi
Wakil Ketua Dr. I Dewa Gde Sukardja
Sekretaris Dr. Evert D.C. Poetiray
Bendahara Dr. Togar M. Simandjuntak

Pendiri-pendiri yang hadir pada rapat tersebut adalah:

No Nama Kota
1 Dr. Humala Hutagalung Medan
2 Dr. Lucas Wiratmahusada Semarang
3 Dr. I Dewa Gde Sukardja Surabaya
4 Dr. Martatko Marwowinoto Surabaya
5 Dr. John Pieter Makasar
6 Prof. R. Koestedjo Bandung
7 Dr. Pisi Lukitto Bandung
8 Dr. Hasan Arief Iyad Bandung
9 Dr. Irsan P. Radjamin Palembang
10 Dr. Adrie Manoppo Manado
11 Dr. W.M. Tamboenan Jakarta
12 Dr. med. Didid Tjindarbumi Jakarta
13 Dr. Togar M. Simandjuntak Jakarta
14 Dr. Evert D.C. Poetiray Jakarta
15 Dr. Muchlis Ramli Jakarta
16 Dr. Zafiral Azdi Albar Jakarta

Perhimpunan ini kemudian mengadakan Muktamar Nasional Pertama di Jakarta dari tanggal 29 sampai dengan tanggal 30 November 1979, yang kemudian program pendidikannya diakui oleh Ikatan Ahli Bedah Indonesia pada Konferensi Kerja di Bandungan Semarang pada tanggal 27 Januari 1980, dimana pendidikan dokter spesialis II yang diakui oleh IKABI, salah satunya adalah bedah onkologi yang menangani seluruh tumor yang belum dicakup oleh subbagian lainnya.  Tumor gastro –intestinal dikerjakan oleh Bedah Digestif dengan protokol yang ditentukan oleh Team.  Dua tahun kemudian (Januari 1982) terbitlah corong pertama PABTI yang dinamakan Media PABTI dengan pemimpin redaksi Dr. Idral Darwis.

Pertemuan demi pertemuan yang dilakukan oleh PABTI yang menampung aspirasi dari cabang-cabang ilmu kedokteran lainnya yang mempunyai kepentingan dan asal yang sama akhirnya membuahkan suatu keputusan pada Konferensi Kerja IV PABTI di Jakarta pada bulan Mei 1981 dimana dibentuk suatu PABTI yang diperluas yang terdiri dari 5 cabang ilmu kedokteran lainnya yang mengutamakan pisau bedah sebagai modalitas utama untuk penanggulangan penyakit kanker.  Cabang-cabang tersebut adalah Bagian Kebidanan / Obstetri, THT, Mata, Bedah Saraf dan Bedah Umum dan disahkan dalam Munas PABTI II di Jakarta 7 – 9 April 1983.

Langkah selanjutnya dari PABTI yang diperluas adalah mengusahakan pengakuan dari Induk organisasi kedokteran di Indonesia, yaitu IDI untuk diakui sebagai organisasi profesi.  Usaha tersebut akhirnya membuahkan hasil dengan diakuinya PABTI sebagai perhimpunan dokter seminat pada Muktamar IDI yang ke XVIII di Surakarta pada tanggal 25 November 1982.

Muktamar Nasional PABTI yang ke III diselenggarakan pula di Jakarta pada tanggal 1 sampai dengan 11 September 1987.  Muktamar ini merupakan PABTI yang terakhir oleh karena mulai saat itu PABTI menyadari sepenuhnya bahwa dalam usaha menjalankan penanggulangan penyakit kanker, PABTI harus bekerja sama dengan disiplin non bedah lainnya yang secara nyata dalam keaktifitasan sehari-hari memegang peranan yang besar dalam pengembangan dan penanganan ilmu penyakit kanker.  Oleh karena itu pada Muktamar ke III PABTI didapatkan kesepakatan antara anggota-anggota PABTI agar penanganan masalah kanker ditangani secara multi disipliner dan ini dirasakan sebagai suatu kebutuhan bersama yang perlu dikelola dengan lebih baik.  Setelah menimbang dan memperhatikan segala aspek-aspek yang berkaitan dengan pengembangan suatu organisasi maka PABTI kemudian pada tahun 1987 meleburkan diri menjadi Perhimpunan Onkologi Indonesia (POI).  Organisasi ini sekarang tidak hanya terdiri dari cabang-cabang bidang bedah saja melainkan juga dari cabang ilmu non bedah.

Untuk melestarikan pengembangan ilmu bedah onkologi, maka ahli-ahli bedah yang berasal dari cabang ilmu bedah umum mendirikan perhimpunan ahli bedah onkologi tersendiri yang dinamakan PERABOI yang kemudian disahkan sebagai anak organisasi IKABI pada Munas IKABI ke VIII di Ujung Pandang pada tanggal 9 – 12 Juli 1984.

P.P. PERABOI yang pertama diketuai oleh Dr. I.D.G. Sukardja dari Surabaya dan mendapatkan mandat untuk menjalani kepengurusan organisasi selama 4 tahun.


Seiring dengan itu maka Subbagian Bedah Onkologi / HNB di FKUI / RSCM Jakarta mendapat mandat penuh dari P.P. PERABOI untuk menjadi senter pendidikan bedah onkologi/ HNB pertama di Indonesia dengan kurikulum pendidikan selama 2 tahun setelah selesai pendidikan ahli bedah umum.

Pendidikan ahli bedah onkologi / HNB di Jakarta dimulai pada tahhun 1986 dan itu dimungkinkan oleh karena adanya lampu hijau dan restu dari Kepala Bagian Ilmu Bedah FKUI / RSCM yang saat itu dijabat oleh Dr. Irawan Suria Santoso, Direktur RSCM yang saat itu dijabat oleh Prof. DR. Roekmono dan Dekan FKUI yang saat itu dijabat oleh Prof. Dr. Asri Rasad, Ph.D.

Adapun trainee-trainee pertama yang dididik di Jakarta pada waktu itu adalah:

  • Dr. Djoko Handojo : Staf pengajar Bagian Bedah FK Universitas Diponegoro, Semarang
  • Dr. Henry Naland : Ahli Bedah Depkes diperuntukan untuk staf di RSKD
  • Dr. Gerald Panjaitan : Staf pengajar Bagian Bedah FK Universitas Sumatera Utara, Medan
  • Dr. Tjipto Sumartono : Ahli Bedah Depkes diperuntukan untuk staf di RSKD
  • Dr. Burmansjah : Staf pegajar Bagian Bedah FK Universitas Sriwijaya, Palembang

Pada tahun-tahun berikutnya yaitu pada tahun 1994 senter-senter pendidikan bedah lainnya di Indonesia yaitu Bandung dan Ujung Pandang diakui oleh P.P. PERABOI untuk membuka program pendidikan tambahan Bedah Onkologi / HNB sebagai subspesialisasi dari Ilmu Bedah.

Pada saat ini sudah ada 13 senter pendidikan bedah yang telah membuka Subbagian Bedah Onkologi / HNB di Indonesia, yaitu Medan, Padang, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Malang, Denpasar, Ujung Pandang dan Manado.

Bedah Onkologi merupakan disiplin ilmu bedah yang relatif masih baru oleh karena di Amerika Serikat saja cabang Ilmu Bedah ini baru dikenal pada tahun 1950-an (1952) dan diperkenalkan oleh pelopor ahli bedah terkenal James Ewing dimana untuk menghormati dan menghargai jasa-jasa beliau (dalam bidang Onkologi umumnya dan bedah onkologi khususnya) didirikanlah suatu perhimpunan yang dinamakan “James Ewing Society” yang merupakan perhimpunan bedah onkologi yang sangat berpengaruh di Amerika Serikat dalam menentukan kebijakan penanggulangan dan penelitian kanker.

Pada saat ini masih banyak terjadi kontroversi mengenai definisi setepatnya apakah yang disebut seorang ahli bedah tumor. Lord Kelvin seorang ahli bedah onkologi ternama di Inggris menulis: “bila saudara dapat memahami dan menguasai apa yang saudara katakan dan mengutarakan itu dengan dengan data maka saudara setidak-tidaknya mengetahui lebih banyak dari orang lain mengenai penyakit yang saudara tangani”.  Hal itu pun diperkuat oleh George Park seorang ahli bedah tumor terkenal di Amerika Serikat dan murid dari James Ewing yang menyatakan “haruslah dibedakan antara seorang ahli bedah yang mengerjakan kasus kanker hanya sekali-sekali dengan seorang ahli bedah yang mengkhususkan dirinya terus menerus dalam penanggulangan penyakit kanker”.  Yang terakhir ini adalah ahli bedah tumor yang sebenarnya.  Hal itu pun diutarakan oleh Yosef H. Pilch penulis buku “Surgical Oncology” dari University of California, San Diego School of Medicine pada tahun 1984.

Mengapa cabang ilmu bedah onkologi banyak menimbulkan perdebatan, ini disebabkan oleh karena cabang-cabang ilmu kedokteran lainnya lebih cepat berkembang menjadi jurusan ilmu kedokteran yang berorientasi pada penyakit (disease oriented) seperti rheumatology, allergy, endocrinology, hematology, nephrology, immunology dsb.  Sedangkan cabang ilmu bedah masih tetap saja berkembang menurut orientasi organ (region oriented).

Oleh karena kanker dapat tumbuh di semua organ tubuh kita, ahli bedah yang menangani kanker menurut orientasi organ hanya sekali-sekali menangani kanker yang kebetulan menangani alat tubuh yang diminatinya seperti  kepala, toraks, gastro-intestinal, urologi dsb.  Sedangkan penanganan bedah terhadap neoplasma memiliki persoalan umum yang pelik mengingat sifat dan perangai sel kanker yang tidak menghormati batas-batas fisiologi dari organ tubuh kita, sehingga untuk memberikan penilaian (judgement) yang tepat serta tindakan (terapi) yang benar.  Seorang ahli bedah harus memiliki pengetahuan dasar yang cukup mengenai ilmu bedah umumnya dan ilmu onkologi khususnya.

Pada saat ini telah menjadi kenyataan bahwa di dunia ini dan juga di Indonesia penyakit kanker merupakan penyakit yang mendapat perhatian penuh dari pemerintah negara setempat.  Ini dibuktikan dengan dibentuknya Komisi Nasional Penanggulangan Kanker oleh Departemen Kesehatan RI pada tahun 1989 dengan ketua Dr. Broto Wasisto yang pada waktu itu menjabat Dirjen Yankes dan didirikannya RS Kanker Nasional Dharmais di Jakarta, yang diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tahun 1994.

Pada saat-saat yang sangat berkesan ini saya teringat pada pesan almarhum guru saya Dr. W.M. Tamboenan, pada waktu beliau mengundurkan diri dari bagian Bedah FKUI/ RSCM karena masa pensiunnya telah tiba (1979): “berjuanglah terus agar ilmu bedah onkologi dapat diterima oleh kawan-kawan dari Bagian Bedah Lainnya, sehingga kelak cabang ilmu bedah ini dapat diakui pula di Indonesia”.

Sekarang telah berdiri satu badan yang dinamakan World Society of Surgical Oncology yang telah membuat pedoman atau Guidline for Surgical Oncology Training (1992) dimana Indonesia diwakilli oleh Dr. H. Muchlis Ramli yang saat itu menjabat sebagai Ketua Umum PERABOI.

ISTRY Versi 1.0

It’s about drugs. It’s about regiment. It’s aboud dose, Side effect, drug interaction.
This application is also about administration, how, when, which you can give to your patients and many more. And This is for Health care Profesional only